Tips Belajar Digital Marketing untuk Pemula Non-IT (Anak Teknik)

Dwi

|

27 Nov 2025

|

5 Menit Baca

Share:

Anak Mesin Belajar Digital Marketing? Bisa!

Dulu, tangan saya lebih sering belepotan oli daripada mengetik di keyboard.

Sebagai lulusan SMK Teknik Mesin, dunia saya adalah bengkel, kunci pas, jangka sorong, dan suara bising mesin bubut. Kosakata saya berisi istilah seperti "piston", "karburator", atau "transmisi". Jadi, kalau kamu tanya saya waktu itu tentang apa itu funneling, SEO, atau copywriting, saya pasti akan melongo.

Boro-boro paham strategi campaign, bikin blog saja saya tidak tahu caranya. Menulis artikel? Nilai Bahasa Indonesia saya dulu pas-pasan. Desain? Gambar teknik saya lurus-lurus kaku, tidak ada estetikanya sama sekali.

Saya memulai semuanya benar-benar dari nol. Atau mungkin minus, karena pola pikir saya sangat teknis dan kaku, sementara marketing butuh keluwesan dan empati.

Tapi, hari ini saya ada di sini, hidup dari dunia digital. Saya belajar coding tipis-tipis, saya mengulik SEO sampai halaman satu Google, saya belajar desain, menabrak tembok saat belajar Google Ads, hingga akhirnya sekarang memanfaatkan AI.

Apakah saya jenius? Jelas tidak. Saya cuma orang awam yang keras kepala.

Kalau kamu sekarang merasa insecure karena tidak punya latar belakang pendidikan marketing, atau merasa gaptek karena bukan anak IT, artikel ini buat kamu. Ini adalah peta jalan "kotor" saya—cara belajar digital marketing yang tidak diajarkan di kuliah, tapi lahir dari praktik lapangan.

Jangan Telan Semuanya Sekaligus (Bahaya Tersedak Informasi)

Kesalahan terbesar pemula saat mau belajar Digital Marketing adalah mereka melihat "peta" yang terlalu besar.

Coba cari di Google "Digital Marketing Roadmap". Kamu akan menemukan diagram rumit yang isinya: SEO, SEM, Social Media, Email Marketing, Content Marketing, Analytics, CRM, Basic Coding, Design, dan lain-lain.

Melihat itu saja sudah bikin mual. Rasanya seperti disuruh merakit satu mobil utuh sendirian dalam waktu semalam. Mustahil.

Saran saya: Pecahkan gelasnya. Jangan minum dari selang pemadam kebakaran.

Dulu, saya tidak langsung belajar semuanya. Saya mulai dari satu hal kecil yang bikin saya penasaran: "Gimana caranya tulisan orang bisa muncul di Google?"

Rasa penasaran spesifik itulah kuncinya. Saya tidak peduli dulu dengan Instagram atau TikTok. Saya cuma fokus belajar bikin blog sederhana dan menulis. Titik.

Belajarlah sedikit demi sedikit. Pilih satu sub-skill, kuasai sampai kamu cukup pede, baru geser ke skill sebelahnya.

Fase 1: Membangun Pondasi (Konten & Teknis Dasar)

Karena latar belakang saya teknik, saya mendekati marketing dengan cara yang agak unik: lewat struktur.

Saya belajar membuat website (blog) dulu. Di sini saya sadar, Digital Marketing itu bukan cuma soal jualan kecap, tapi ada unsur teknisnya. Saya belajar sedikit coding (HTML/CSS dasar) cuma supaya blog saya tampilannya enak dilihat.

Untuk kamu yang awam, jangan takut sama kode. Kamu tidak perlu jadi programmer ahli. Cukup paham cara kerja Inspect Element di browser saja sudah sangat membantu.

Setelah wadahnya siap, baru isinya. Saya belajar menulis. Awalnya kaku banget, persis seperti laporan bengkel. Tapi karena saya terus menulis setiap hari, lama-kelamaan tulisan saya jadi lebih luwes (seperti yang kamu baca sekarang).

Poin kuncinya: Kamu harus punya satu "markas". Bisa itu blog, akun LinkedIn, atau Twitter (X). Di sana kamu belajar memproduksi sesuatu, bukan cuma mengonsumsi konten orang lain.

Fase 2: Seni Mendatangkan Manusia (Traffic & SEO)

Setelah punya konten, masalah berikutnya muncul: "Kok yang baca cuma saya dan teman sebangku saya?"

Di sinilah saya kenalan sama SEO (Search Engine Optimization). Ternyata, ada seni untuk merayu Google. Saya belajar riset kata kunci, belajar struktur artikel, belajar backlink.

Ini fase yang paling butuh kesabaran. Hasil SEO itu tidak instan. Tapi karena saya terbiasa di bengkel—di mana memperbaiki mesin rusak itu butuh ketelitian dan waktu—saya jadi tahan banting.

Saran saya: Praktikkan langsung. Jangan cuma baca teori SEO. Bikin artikel, targetkan satu kata kunci, lalu pantau. Apakah naik ke halaman 1? Kalau tidak, kenapa? Revisi lagi. Ulangi lagi.

Fase 3: Mempercantik & Memperluas (Desain & Ads)

Jujur, mata desain saya buruk. Tapi di dunia digital, visual itu penting.

Saya tidak memaksa diri jadi seniman. Saya belajar tools saja. Dulu pakai Photoshop bajakan yang beratnya minta ampun, sekarang ada Canva yang memudahkan hidup. Saya belajar prinsip dasar saja: kontras, hierarki tulisan, dan pemilihan warna yang tidak bikin sakit mata.

Setelah konten bagus dan visual oke, baru saya berani main iklan berbayar (Google Ads/FB Ads).

Kenapa ini belakangan? Karena kalau konten (produk) kamu jelek, diiklankan dengan biaya berapa miliar pun hasilnya akan boncos. Iklan itu cuma pengeras suara. Kalau suara nyanyianmu sumbang, pakai pengeras suara malah bikin orang tutup kuping.

The Secret Sauce: Praktik, Bukan Teori

Banyak orang bertanya, "Bang, kursus digital marketing yang bagus di mana?"

Jawabannya klise tapi benar: Internet dan Proyek Pribadimu.

Kamu tidak akan bisa belajar berenang dengan membaca buku tentang gaya kupu-kupu. Kamu harus nyebur ke kolam, keselek air sedikit, panik, baru akhirnya bisa mengapung.

Dulu saya tidak punya klien. Jadi saya jadikan diri saya sendiri sebagai klien. Saya buat proyek-proyek iseng. Saya coba jualan barang dropship, saya coba bangun personal branding.

Dari sana saya belajar analitik. "Oh, kalau judulnya diganti A, yang klik lebih banyak." "Oh, kalau posting jam 8 malam, yang like sepi."

Data-data itu lebih berharga daripada sertifikat kursus manapun.

Level Selanjutnya: AI sebagai "Asisten Bengkel"

Sekarang, ada AI. Apakah ini ancaman? Bagi saya, tidak.

Dulu di bengkel, ada alat manual dan ada alat bertenaga listrik (power tools). AI itu power tools. Dia tidak menggantikan tukang, tapi membuat tukang bekerja lebih cepat.

Saya pakai AI untuk brainstorming ide konten, untuk bikin draft kode sederhana, atau untuk merapikan tata bahasa. Tapi strategi, rasa, dan keputusan akhir tetap di tangan manusia. Belajarlah menggunakan AI, jangan malah memusuhinya.

Pesan untuk Si "Bukan Anak Marketing"

Buat kamu yang dulunya anak Teknik, anak Akuntansi, anak Pertanian, atau apapun yang merasa "salah jurusan" mau masuk ke sini: Latar belakangmu adalah kekuatan.

Karena saya anak Teknik Mesin, saya punya pendekatan logis dan sistematis saat membedah data marketing. Mungkin kamu punya ketelitian angka dari akuntansi, atau empati dari psikologi. Gunakan itu.

Digital marketing itu luasnya minta ampun. Jangan mau menguasai semuanya dalam semalam.

Mulai hari ini. Buat satu akun/blog. Tulis satu konten. Pelajari satu trik baru. Lakukan besok lagi.

Setahun dari sekarang, kamu akan kaget melihat seberapa jauh "orang awam" ini sudah melangkah.

Diskusi

Butuh Solusi Serupa untuk Bisnis Anda?

Saya bisa membantu Anda membangun sistem digital yang efisien seperti yang saya tulis di blog ini.

Hubungi Saya